Selasa, 30 Agustus 2016

Peran ASI sebagai Imunitas Bayi

Peran ASI sebagai Imunitas Bayi

ASI merupakan nutrisi terbaik untuk bayi. Penelitian telah membuktikan bahwa ASI memiliki banyak manfaat penting bagi bayi, salah satunya adalah peran ASI untuk mengoptimalkan imunitas bayi. ASI merupakan makanan terbaik bayi untuk 4-6 bulan pertama sejak dilahirkan karena dapat mencukupi seluruh kebutuhan gizi bayi (Anwar, 1992). Berbagai telaah ilmiah telah dilakukan oleh para ahli terhadap komposisi ASI dan pengaruhnya terhadap kesehatan bayi. Pesan yang dapat disampaikan adalah ASI mengandung nutrisi esensial yang cukup untuk bayi walaupun ibu dalam kondisi kurang gizi sekalipun dan mampu mengatasi infeksi melalui komponen sel fagosit (pemusnah) dan imunoglobulin (antibodi).
Mengapa harus ASI.? Ini merupakan sebuah pertanyaan yang terjadi di masyarakat umum yang sering terdengar di telinga kita, adapun beberapa manfaat ASI sebagai berikut, ASI merupakan sistem imunisasi yang sangat baik karena kandungan susu ibu yang mempunyai antibody & vaksin yang baik untuk bayi nya. Sejenis kolestrol dan jenis lemak lain di dalam susu ibu membantu pertumbuhan tisu saraf yang membuat tinggi IQ pada bayi. Bayi yang menyusui susu ibu mempunyai rendah kolestrol serta mengurangi kadar penyakit diabetes apabila dewasa kelak. Kadar degupan jantung juga lebih rendah pada bayi yang menyusu susu ibu & mengurangkan kadar serangan jantung, perkembangan otot pada muka pun menjadi lebih baik.
Air susu ibu sering disebut sebagai darah putih karena mengandung sel-sel yang penting dalam pemusnahan (fagosit) kuman dan merupakan perlindungan pertama pada saluran cerna bayi. Para ahli menemukan makrofag dan limfosit di dalam ASI. Sama seperti sistim imun pada umumnya, ASI juga memiliki sistim pertahanan (sistem imun) tidak spesifik dan spesifik.
Di dalam ASI terdapat banyak sel, terutama pada minggu-minggu pertama menyusui. Kolostrum dan ASI dini mengandung 1-3 juta sel darah putih (leukosit) per ml. Pada ASI matur, yaitu ASI setelah 2-3 bulan menyusui, jumlah sel ini menurun menjadi 1000 sel per ml yang terdiri dari monosit/makrofag (59-63%), sel neutrofil (18-23%), dan sel limfosit (7-13%) ASI juga mengandung faktor pelindung (protektif) yang larut dalam ASI seperti enzim lisozim, laktoferin (sebagai pengikat zat besi), sitokin (zat yang dihasilkan oleh sel kekebalan untuk mempengaruhi fungsi sel lain), dan protein yang dapat mengikat vitamin B12, faktor bifidus, enzim-enzim, dan antioksidan.
Kolostrum mengandung sIgA dengan kadar sampai 5000 mg/dL yang cukup untuk melapisi permukaan saluran cerna bayi terhadap berbagai bakteri patogen dan virus. Begitu pula dengan antibodi lainnya, paling banyak terdapat dalam kolostrum. Selain itu, terdapat lebih dari 50 proses pendukung perkembangan imunitas termasuk faktor pertumbuhan dan perbaikan jaringan.  Perbedaan usia ibu mempunyai pengaruh terhadap kadar antibodi yang terkandung dalam kolostrum. Ibu yang masih remaja, kolostrumnya memiliki kadar IgA dan IgM sekretorik lebih banyak dibanding ibu yang usianya lebih tua.
 Adanya kadar antibodi yang masih tinggi terhadap virus polio dalam kolostrum perlu dipertimbangkan pada pemberian imunisasi polio per oral. Pada keadaan ini sebaiknya ASI tidak diberikan 2 jam sebelum dan sesudah pemberian vaksin polio per oral pertama, agar tidak terjadi netralisasi vaksin polio oleh sIgA kolostrum.
Imunoglobulin A banyak ditemukan pada permukaan saluran cerna dan saluran napas. Dua molekul imunoglobulin A bergabung komponen sekretori membentuk IgA sekretori (sIgA). Fungsi utama sIgA adalah mencegah melekatnya kuman patogen pada dinding saluran cerna dan menghambat perkembangbiakan kuman di dalam saluran cerna. IgA sekretori di dalam ASI dilaporkan memiliki aktivitas antibodi terhadap virus (polio, Rotavirus, echo, coxsackie, influenza, Haemophilus influenzae, virus respiratori sinsisial/RSV), bakteri (Streptococcus pneumoniae; E. coli, klebsiela, shigela, salmonela, campylobacter), dan enterotoksin yang dikeluarkan oleh Vibrio cholerae, E. coli serta Giardia lamblia.  Begitu pula terhadap protein makanan seperti susu sapi dan kedelai (bergantung pada pajanan ibunya). Oleh karena itu, ASI dapat mengurangi angka kesakitan infeksi saluran cerna dan saluran pernapasan bagian atas.
Mekanisme pertahanan spesifik oleh ASI diperantarai oleh limfosit T dan antibodi. Sel limfosit T merupakan 80% dari sel limfosit yang terdapat dalam ASI. Sel limfosit T dapat menghancurkan kapsul bakteri E. Coli dan mentransfer kekebalan selular dari ibu ke bayi yang disusuinya. Imunoglobulin dihasilkan oleh Sel limfosit B.  Sel limfosit B terutama memproduksi sekretori IgA (sIgA) yang berfungsi melindungi IgA dari enzim penghancur protein (tripsin, pepsin) di saluran cerna bayi dan keasaman lambung. Imunoglobulin M (IgM) akan ditransfer pada awal kehidupan bayi sebagai perlindungan terhadap E.coli dan polio, bila  ibu sudah pernah terpajan sebelumnya. Imunoglobulin G IgG) dimiliki oleh bayi dari transfer melalui plasenta. Imunoglobulin D hanya sedikit sekali ditemukan dalam ASI, sedangkan IgE tidak ada. Kadar sIgA, IgG, dan IgM, tidak dipengarui oleh usia ibu, jumlah anak yang pernah dilahirkan, dan usia kehamilan.
ASI juga mengandung protein yang dapat mengikat vitamin B12 sehingga dapat mengontrol pertumbuhan mikroorganisme di dalam saluran cerna. Makin banyak vitamin B12 yang diikat oleh protein mengakibatkan makin sedikit vitamin B12 yang digunakan oleh bakteri patogen..     Air susu ibu juga mengandung glikoprotein (gabungan karbohidrat dan protein), glikolipid (karbohidrat dan lemak), dan oligosakarida yang berfungsi menyerupai bakteri pada permukaan mukosa saluran cerna bayi, sehingga dapat menghambat perlekatan bakteri patogen. pada mukosa saluran cerna. Gabungan makronutrien ini juga berfungsi mengikat racun kuman (toksin).  Antioksidan dalam ASI, seperti tokoferol-α dan karotin-β merupakan faktor anti peradangan. Di dalam ASI juga terdapat faktor ketahanan terhadap infeksi stafilokokus (faktor antistafilokok) dan komponen yang menyerupai gangliosida yang dapat menghambat bakteri E. Coli.
Mukosa saluran cerna bayi menunjukkan kemampuan serap yang tinggi terhadap molekul besar seperti protein utuh (misalnya protein susu sapi). Pada bayi yang memiliki risiko tinggi alergi, maka masuknya molekul besar ini menjadi proses pengenalan pertama dari alergen (molekul penyebab reaksi alergi). Paparan molekul yang sama selanjutnya akan menyebabkan timbulnya gejala penyakit alergi seperti gejala saluran cerna, eksema dan asma.
Pada beberapa penelitian memperlihatkan pemberian ASI eksklusif selama 4-6 bulan berhubungan dengan rendahnya kejadian penyakit alergi. Penelitian yang dilakukan di Australia pada 2187 anak selama 6 tahun menyimpulkan bahwa risiko terjadinya asma berkurang pada bayi yang mendapat ASI eksklusif. Penelitian lain menunjukkan adanya antibodi terhadap protein susu sapi pada bayi yang mengalami diare akut.
Penyimpanan ASI yang diperah memiliki risiko menurunnya kadar kandungan kekebalan. Penyimpanan dmemakai bahan dari gelas merupakan pilihan ideal karena sifat gelas yang inert akan membuat komponen imunoglobulin dan komponen lain tidak akan menempel pada dinding wadah penyimpan. ASI dapat disimpan tanpa perubahan di dalam lemari pendingin selama 72 jam. Pembekuan dapat mengurangi kemampuan aktivitas sel imun, sedangkan perebusan / pemanasan dapat menurunkan efek IgA dan IgA sekretorik.
Perlu penyuluhan yang intensif tentang pentingnya pemberian ASI secara eksklusif pada bayi sampai umur 4 bulan melalui komunikasi langsung oleh petugas-petugas kesehatan, mahasiswa kesehatan, bidan, kader posyandu dan dalam pertemuan kelompok ibu-ibu tentang ASI eksklusif. Untuk penelitian lanjut, disarankan penelitian mengenai faktor–faktor lain yang mempengaruhi pemberian ASI secara eksklusif dan faktor penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-4 bulan.
Hingga usia 1 tahun, susu (ASI atau Air Susu Ibu) merupakan makanan utama bayi. Hanya saja, diatas usia 6 bulan, susu tidak lagi bisa memenuhi kebutuhan nutrisinya. Jadi, mau tidak mau harus dilengkapi dengan MPASI (Makanan Pendamping ASI). Agar kebutuhan susu bayi Anda tidak berkurang seiring dengan dimulainya pemberian MPASI, buat saja menu makanan yang dicampur dengan ASI atau susu. Di usia 7 bulan, tekstur makanan harus lembut. Pilih bahan dasar bubur, yakni beras, kentang, labu kuning, ubi cilembu, oatmeal, kukus apel atau pir, mangga, alpukat, jagung, brokoli, kacang hijau, dan lainnya. Setelah dilembutkan, masukkan ASI atau susu. Meski sudah mengonsumsi MPASI, asupan susunya harus tetap terjaga. Sebenarnya, tidak ada patokan baku berapa banyak susu yang dibutuhkanu. Sekitar 700 – 800cc (termasuk yang dimasukkan ke makanan, dengan asumsi makan 2 – 3 kali sehari) sudah cukup. Atau, Anda bisa menyiasatinya dengan cara memberinya minuman, berupa ASI atau susu, ketika anak makan. Agar asupan ASI tetap mencukupi kebutuhan bayi, pastikan MPASI tidak terlalu banyak dan sering.    


                                                    Daftar Pustaka :    

Selasa, 16 Agustus 2016

Uji Duo Trio

Uji Duo Trio

Uji duo-trio di dalam industri pangan dapat digunakan salah satu nya adalah untuk reformulasi suatu produk baru, sehingga dapat di ketahui ada atau tidaknya perbedaan antara produk lama dan produk baru. Kelemahan uji duo-trio adalah sulit nya mendiskrpsikan sampel yang sama dengan pembanding karena praktikan akan sulit untuk mengingat secara detail bahan yang sedang dianalisis, biasa nya uji ini dapat dilakukan dengan mudah oleh seseorang yang memiliki daya ingat yang tinggi. Uji duo-trio pun digunakan untuk melihat perlakuan baru terhadap mutu produk ataupun menilai keseragaman mutu bahan.

Uji duo-trio termasuk dalam kelompok pengujian pembedaan (difference test). Pengujian pembedaan digunakan untuk menilai pengaruh macam – macam perlakuan modifikasi proses atau bahan dalam pengolahan pangan bagi industri, atau untuk mengetahui adanya perbedaan atau persamaan antara duo produk dari komoditi yang sama. Yang terakhir ini terutama dari segi konsumen (Soekarto, 1985).

Pengujian duo-trio ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan dua buah sampel atau mendeteksi. Perbedaan sifat yang tingkat perbedaannya hanya sedikit, misalnya untuk mendeteksi perbedaan sifat-sifat hasil yang diperoleh dari dua kondisi yang sedikit berbeda. Uji duo-trio merupakan salah satu uji pembeda.Uji pembeda ini biasanya digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara sampel yang disajikan. Pada duo-trio ini digunakan sampel pembanding. (Kartika,dkk.,1987).

Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan di dalam suatu criteria mutu tertentu antara produk uji dan pembanding. Uji duo-trio merupakan bagian dari uji pembanding yang digunakan untuk menilai atau menstandarisasi suatu produk bahan baku apakah masih dalam yang baik atau tidak. Uji duo-trio dapat dikatakan mirip seperti uji segitiga yaitu dengan memberi penilaian “1” jika produk yang dirasa oleh panelis berbeda, dan angka “0” jika produk yang dirasa oleh panelis sama. Hanya saja pada uji ini penguji memberitahu 1 pembanding (reference), barulah kemudian dapat dibandingkan dengan kedua contoh lain yang disajikan. Walau begitu, keseragaman contoh tetap harus diperhatikan oleh penguji. Atribut mutu yang dinilai harus berkenaan langsung dengan mutu contoh.

Perbedaannya dengan uji segitiga adalah bahwa salah satu dari 2 contoh yang sama itu dicicip atau dikenali lebih dahulu dan dianggap sebagai contoh baku / pembanding, sedangkan kedua contoh yang lain baru kemudian. Dalam penyajiaannya, ketiga contoh dapat disajikan bersamaan, atau contoh pembandingnya disajikan lebih dahulu baru kedua contoh yang lain disajikan. Pada pelaksanaannya, panelis diminta untuk memilih satu diantara 2 contoh terakhir yang sama dengan pembanding.

Metode analisis yang digunakan untuk uji duo-trio ini ialah uji t dari data jumlah, uji t dari data peluang, analisis data dari tabel dan analisis beda dua populasi. Pada cara analisis metode tabel dengan melihat tabel beda nyata terkecil untuk uji duo-trio didapatkan hasil pada uji duo-trio, setiap panelis disajikan 3 contoh (2 contoh dari bahan yang sama dan contoh ketiga dari bahan yang lain). 

Cara Penilaian pada uji duo-trio yaitu panelis diminta untuk mengenali contoh yang berbeda atau contoh yang sama dengan contoh baku. Panelis harus mengenal contoh baku terlebih dahulu dan kemudian memilih salah satu dari dua contoh yang lain yang sama dengan contoh baku dan ditandai dengan angka 0.(Rahayu, 2001)

Contoh pada uji duo-trio :
pada pengujian duo-trio kali ini menggunakan sampel pisang mentah dan pisang masak, dengan kode sampel 481 dan 523, salah satu sampel memiliki tekstur yang keras, yaitu pada kode 481 yang sama dengan kontrol.

Dari hasil pengujian pembedaan duo-trio ini, diperoleh data keseluruhan panelis terpilih, karena hasil jawaban pada kode 481 sama dengan kontrol ( R ) yaitu memiliki tekstur keras. Pengujian duo-trio ini, menilai  sampel pisang yaitu 17 panelis , dan yang menjawab benar ( dihitung ) yaitu 17 panelis. Berdasarkan dari tabel perhitungan, pada konsentrasi 5 % dengan jumlah panelis 17 yaitu 13. 
Maka dianggap Beda Nyata ( BN ), hal ini karena nilai yang dihitung lebih besar dari tabel. Berdasarkan dari tabel perhitungan, pada konsentrasi 1 % dengan jumlah panelis 17 yaitu 15. Maka dianggap Beda Nyata ( BN ), hal ini karena nilai yang dihitung lebih besar dari tabel. Berdasarkan dari tabel perhitungan, pada konsentrasi 0,1 % dengan jumlah panelis 17 yaitu 16. Maka dianggap Beda Nyata ( BN ), hal ini karena nilai yang dihitung lebih besar dari tabel.

Kondisi ini juga mungkin disebabkan karena panelis berkonsentrasi penuh pada saat melakukan pengujian tersebut. Keadaan fisik dan psikologis panelis yang baik mempengaruhi keberhasilan panelis dalam memberikan respon benar terhadap benda rangsang.( Kartika,dkk.,1987 ).

Daftar Pustaka 

Kartika, B ; Hastuti, P dan Supartono,W, (1987), Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan, PusatAntar Universitas Pangan danGizi, Yogyakarta.
Pengujian Organoleptik (Evaluasi Sensori) Dalam industri Pangan. EbookPangan.com, 2006
Rahayu, W.O. 2001. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian, ITB. Bogor.
Soekarto, Soewarno. 1985. penilaian organoleptik. PT. Bhratara Karya Aksara :Jakarta.