Peran ASI sebagai Imunitas Bayi
ASI merupakan nutrisi terbaik untuk bayi. Penelitian telah
membuktikan bahwa ASI memiliki banyak manfaat penting bagi bayi, salah satunya
adalah peran ASI untuk mengoptimalkan imunitas bayi. ASI merupakan makanan terbaik
bayi untuk 4-6 bulan pertama sejak dilahirkan karena dapat mencukupi seluruh kebutuhan
gizi bayi (Anwar, 1992). Berbagai telaah ilmiah telah dilakukan oleh para ahli
terhadap komposisi ASI dan pengaruhnya terhadap kesehatan bayi. Pesan yang
dapat disampaikan adalah ASI mengandung nutrisi esensial yang cukup untuk bayi
walaupun ibu dalam kondisi kurang gizi sekalipun dan mampu mengatasi infeksi
melalui komponen sel fagosit (pemusnah) dan imunoglobulin (antibodi).
Mengapa harus ASI.? Ini merupakan sebuah pertanyaan yang terjadi di
masyarakat umum yang sering terdengar di telinga kita, adapun beberapa manfaat
ASI sebagai berikut, ASI merupakan sistem imunisasi yang sangat baik karena
kandungan susu ibu yang mempunyai antibody & vaksin yang baik untuk bayi nya.
Sejenis kolestrol dan jenis lemak lain di dalam susu ibu membantu pertumbuhan
tisu saraf yang membuat tinggi IQ pada bayi. Bayi yang menyusui susu ibu
mempunyai rendah kolestrol serta mengurangi kadar penyakit diabetes apabila dewasa
kelak. Kadar degupan jantung juga lebih rendah pada bayi yang menyusu susu ibu
& mengurangkan kadar serangan jantung, perkembangan otot pada muka pun
menjadi lebih baik.
Air susu ibu sering disebut sebagai darah putih karena mengandung
sel-sel yang penting dalam pemusnahan (fagosit) kuman dan merupakan
perlindungan pertama pada saluran cerna bayi. Para ahli menemukan makrofag dan
limfosit di dalam ASI. Sama seperti sistim imun pada umumnya, ASI juga memiliki
sistim pertahanan (sistem imun) tidak spesifik dan spesifik.
Di dalam ASI terdapat banyak sel, terutama pada minggu-minggu
pertama menyusui. Kolostrum dan ASI dini mengandung 1-3 juta sel darah putih
(leukosit) per ml. Pada ASI matur, yaitu ASI setelah 2-3 bulan menyusui, jumlah
sel ini menurun menjadi 1000 sel per ml yang terdiri dari monosit/makrofag
(59-63%), sel neutrofil (18-23%), dan sel limfosit (7-13%) ASI juga mengandung
faktor pelindung (protektif) yang larut dalam ASI seperti enzim lisozim,
laktoferin (sebagai pengikat zat besi), sitokin (zat yang dihasilkan oleh sel
kekebalan untuk mempengaruhi fungsi sel lain), dan protein yang dapat mengikat
vitamin B12, faktor bifidus, enzim-enzim, dan antioksidan.
Kolostrum mengandung sIgA dengan kadar sampai 5000 mg/dL yang cukup
untuk melapisi permukaan saluran cerna bayi terhadap berbagai bakteri patogen
dan virus. Begitu pula dengan antibodi lainnya, paling banyak terdapat dalam
kolostrum. Selain itu, terdapat lebih dari 50 proses pendukung perkembangan
imunitas termasuk faktor pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Perbedaan usia ibu mempunyai pengaruh
terhadap kadar antibodi yang terkandung dalam kolostrum. Ibu yang masih remaja,
kolostrumnya memiliki kadar IgA dan IgM sekretorik lebih banyak dibanding ibu
yang usianya lebih tua.
Adanya kadar antibodi yang masih tinggi terhadap virus polio dalam
kolostrum perlu dipertimbangkan pada pemberian imunisasi polio per oral. Pada
keadaan ini sebaiknya ASI tidak diberikan 2 jam sebelum dan sesudah pemberian
vaksin polio per oral pertama, agar tidak terjadi netralisasi vaksin polio oleh
sIgA kolostrum.
Imunoglobulin A banyak ditemukan pada permukaan saluran cerna dan
saluran napas. Dua molekul imunoglobulin A bergabung komponen sekretori
membentuk IgA sekretori (sIgA). Fungsi utama sIgA adalah mencegah melekatnya
kuman patogen pada dinding saluran cerna dan menghambat perkembangbiakan kuman
di dalam saluran cerna. IgA sekretori di dalam ASI dilaporkan memiliki
aktivitas antibodi terhadap virus (polio, Rotavirus, echo, coxsackie,
influenza, Haemophilus influenzae, virus respiratori sinsisial/RSV), bakteri
(Streptococcus pneumoniae; E. coli, klebsiela, shigela, salmonela,
campylobacter), dan enterotoksin yang dikeluarkan oleh Vibrio cholerae, E. coli
serta Giardia lamblia. Begitu pula
terhadap protein makanan seperti susu sapi dan kedelai (bergantung pada pajanan
ibunya). Oleh karena itu, ASI dapat mengurangi angka kesakitan infeksi saluran
cerna dan saluran pernapasan bagian atas.
Mekanisme pertahanan spesifik oleh ASI diperantarai oleh limfosit T
dan antibodi. Sel limfosit T merupakan 80% dari sel limfosit yang terdapat
dalam ASI. Sel limfosit T dapat menghancurkan kapsul bakteri E. Coli dan
mentransfer kekebalan selular dari ibu ke bayi yang disusuinya. Imunoglobulin
dihasilkan oleh Sel limfosit B. Sel
limfosit B terutama memproduksi sekretori IgA (sIgA) yang berfungsi melindungi
IgA dari enzim penghancur protein (tripsin, pepsin) di saluran cerna bayi dan
keasaman lambung. Imunoglobulin M (IgM) akan ditransfer pada awal kehidupan
bayi sebagai perlindungan terhadap E.coli dan polio, bila ibu sudah pernah terpajan sebelumnya.
Imunoglobulin G IgG) dimiliki oleh bayi dari transfer melalui plasenta.
Imunoglobulin D hanya sedikit sekali ditemukan dalam ASI, sedangkan IgE tidak
ada. Kadar sIgA, IgG, dan IgM, tidak dipengarui oleh usia ibu, jumlah anak yang
pernah dilahirkan, dan usia kehamilan.
ASI juga mengandung protein yang dapat mengikat vitamin B12
sehingga dapat mengontrol pertumbuhan mikroorganisme di dalam saluran cerna.
Makin banyak vitamin B12 yang diikat oleh protein mengakibatkan makin sedikit
vitamin B12 yang digunakan oleh bakteri patogen.. Air susu ibu juga mengandung glikoprotein
(gabungan karbohidrat dan protein), glikolipid (karbohidrat dan lemak), dan
oligosakarida yang berfungsi menyerupai bakteri pada permukaan mukosa saluran
cerna bayi, sehingga dapat menghambat perlekatan bakteri patogen. pada mukosa
saluran cerna. Gabungan makronutrien ini juga berfungsi mengikat racun kuman
(toksin). Antioksidan dalam ASI, seperti
tokoferol-α dan karotin-β merupakan faktor anti peradangan. Di dalam ASI juga
terdapat faktor ketahanan terhadap infeksi stafilokokus (faktor antistafilokok)
dan komponen yang menyerupai gangliosida yang dapat menghambat bakteri E. Coli.
Mukosa saluran cerna bayi menunjukkan kemampuan serap yang tinggi
terhadap molekul besar seperti protein utuh (misalnya protein susu sapi). Pada
bayi yang memiliki risiko tinggi alergi, maka masuknya molekul besar ini
menjadi proses pengenalan pertama dari alergen (molekul penyebab reaksi
alergi). Paparan molekul yang sama selanjutnya akan menyebabkan timbulnya
gejala penyakit alergi seperti gejala saluran cerna, eksema dan asma.
Pada beberapa penelitian memperlihatkan pemberian ASI eksklusif
selama 4-6 bulan berhubungan dengan rendahnya kejadian penyakit alergi.
Penelitian yang dilakukan di Australia pada 2187 anak selama 6 tahun
menyimpulkan bahwa risiko terjadinya asma berkurang pada bayi yang mendapat ASI
eksklusif. Penelitian lain menunjukkan adanya antibodi terhadap protein susu
sapi pada bayi yang mengalami diare akut.
Penyimpanan ASI yang diperah memiliki risiko menurunnya kadar
kandungan kekebalan. Penyimpanan dmemakai bahan dari gelas merupakan pilihan
ideal karena sifat gelas yang inert akan membuat komponen imunoglobulin dan
komponen lain tidak akan menempel pada dinding wadah penyimpan. ASI dapat
disimpan tanpa perubahan di dalam lemari pendingin selama 72 jam. Pembekuan
dapat mengurangi kemampuan aktivitas sel imun, sedangkan perebusan / pemanasan
dapat menurunkan efek IgA dan IgA sekretorik.
Perlu penyuluhan yang intensif tentang pentingnya pemberian ASI
secara eksklusif pada bayi sampai umur 4 bulan melalui komunikasi langsung oleh
petugas-petugas kesehatan, mahasiswa kesehatan, bidan, kader posyandu dan dalam
pertemuan kelompok ibu-ibu tentang ASI eksklusif. Untuk penelitian lanjut,
disarankan penelitian mengenai faktor–faktor lain yang mempengaruhi pemberian
ASI secara eksklusif dan faktor penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif pada
bayi usia 0-4 bulan.
Hingga usia 1 tahun, susu (ASI atau Air Susu Ibu) merupakan makanan
utama bayi. Hanya saja, diatas usia 6 bulan, susu tidak lagi bisa memenuhi
kebutuhan nutrisinya. Jadi, mau tidak mau harus dilengkapi dengan MPASI
(Makanan Pendamping ASI). Agar kebutuhan susu bayi Anda tidak berkurang seiring
dengan dimulainya pemberian MPASI, buat saja menu makanan yang dicampur dengan
ASI atau susu. Di usia 7 bulan, tekstur makanan harus lembut. Pilih bahan dasar
bubur, yakni beras, kentang, labu kuning, ubi cilembu, oatmeal, kukus apel atau
pir, mangga, alpukat, jagung, brokoli, kacang hijau, dan lainnya. Setelah
dilembutkan, masukkan ASI atau susu. Meski sudah mengonsumsi MPASI, asupan
susunya harus tetap terjaga. Sebenarnya, tidak ada patokan baku berapa banyak
susu yang dibutuhkanu. Sekitar 700 – 800cc (termasuk yang dimasukkan ke
makanan, dengan asumsi makan 2 – 3 kali sehari) sudah cukup. Atau, Anda bisa
menyiasatinya dengan cara memberinya minuman, berupa ASI atau susu, ketika anak
makan. Agar asupan ASI tetap mencukupi kebutuhan bayi, pastikan MPASI tidak
terlalu banyak dan sering.
Daftar Pustaka :
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-susu-ibu-dan-kekebalan-tubuh
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/1462/jurnal%20kes%20vol%201%20no%202%20d%20115-122.pdf?sequence=3
DaftaP
DaftaP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar